Daftar Blog Saya

Kamis, 09 Januari 2014

Oleh:Kyai Budi

Dimana Cinta

Kyai Budi Harjono
Kyai Budi Harjono
9 Januari 2014 pukul 20:31

SEDULURKU TERCINTA,ngAllah dalam dunia Jawa adalah proses perjuangan menuju puncak Tauhid,bahasa lainnya adalah manunggaling kawulo-Gusti.Dalam khasanah Islam terdapat pengalaman yang pernah dicapai oleh Rasulullah saw pada peristiwa isra' mi'raj itu.Peristiwa ini selalu dirindukan hampir semua orang,apapun agamanya.Hampir semua gejala dan fenomena "maqamat dan ahwal" bisa dirujuk pada peristiwa isra' mi'raj itu.Dan Isra' Mi'raj adalah merupakan pengalaman "ma'rifatullah" tertinggi yang pernah terjadi pada manusia.ngAllah dengan demikian merupakan proses yang tidak pernah surut dalam sejarah manusia,apalagi dalam keberagamaan dipandang sebagai asal mula dalam pengalaman-pengalaman yang sangat individual.Tidak aneh bila terjadi kegersangan spiritual sebagaimana terjadi dalam lintasan sejarah,termasuk di dalamnya pada masyarakat modern ini,maka pengalaman keberagamaan semakin didambakan orang untuk bisa mencercap manisnya spiritualitas,atau manisnya iman.ngAllah dengan demikian merupakan "perjuangan" yang tak pernah surut,dalam tembang Caping Gunung disebutkan "Dek jaman berjuang",ketika manusia suntuk dalam proses menuju Allah itu.

ngAllah bila belum sampai pada puncaknya maka pendapat Freud bisa dibenarkan,dimana gambaran tentang Tuhan merupakan refleksi dari "oedipus complex",kebencian kepada ayah yang dimanifestasikan sebagai ketakutan kepada Tuhan.Pandangan Freud ini bisa masuk dalam kandungan ayat "afaroita manittakhadza ilahahu hawah",apakah engkau tidak tahu akan orang yang menuhankan hawa nafsunya".Keadaan inilah yang musti diingat oleh orang Jawa bahwa kondisi maqomatnya disebut "anak lanang",suatu keadaan yang masih bergantung kepada keterikatan terhadap "Tuhan" yang dipikirkan,atau Tuhan yang ada dalam pikiran manusia.Maka dalam proses ngAllah disebutkan dalam Caping Gunung,dibalik perjuangan "njur kelingan anak lanang",lalu teringat akan keadaan diri yang masih bergantung kepada "Tuhan" dalam pikirannya,padahal Tuhan yang dipikirkan itu tidak ada sangkut pautnya dengan Tunan yang sesungguhnya,Tuhan yang "tan kingoyo ngopo",laisa kamitslihi syai'un.Dari sinilah musti menjadi alasan bahwa "pengalaman-pengalaman" keagamaan itu sangatlah didambakan oleh manusia dengan berbagai macam dan bentuknya.

Keadaan "anak lanang" yang masih menuhankan "Tuhan" yang ada dalam pikirannya ini membutuhkan penggapaian-penggapaian guna menempuh jalan rohani menuju Allah,atau ngAllah itu.Sebab kalau tidak maka bisa dipertanyakan "yen saiki ono ngendi",sekarang posisinya dimana.Padahal dulu,pada perjanjian "promordial" antara Tuhan dengan manusia di "Lauhul Mahfudz",Tuhan bertanya:"Alastu birabbikum?" Dan manusia menjawab:"Balaa syahidna." Pada posisi ini manusia mengalami kondisi keakraban atau "Uns",suatu keadaan spiritual ketika hati dipenuhi cinta dan keindahan,kelembutan dan belas kasih yang tidak dapat dilukiskan,yang dalam Caping Gunung disebutkan "mbiyen tak openi",dulu Tuhan merawatnya.Semua keindahan ini bisa hilang bila manusia masih dalam kondisi memahami Tuhan dalam pikirannya,dan "ahwal" yang hilang itu bisa ditemukan kembali manakala manusia melakukan "suluk" dengan berbagai bentuk,terutama ketika mendengarkan konser spiritual atau "sama'" yang menyebabkannya mengalami "kemabukan" atau "wijdun" ketika menemukan keagungan Tuhan,Allah.Dari sinilah muncul keakraban lagi,karena seringnya mengalami maka muncul "penyingkapan" dan "penyerapan",dan hubungan dengan Tuhan bukan sebagaimana pernyataan Freud itu,tetapi hubungan yang penuh kecintaan dan kasih sayang dalam perawatanNya,atau rububiyahNya.

Kawan-kawan,bila manusia sudah mencapai puncaknya dalam "ngAllah" maka kehidupannya akan "luhur" pada akhirnya,karena akhlak yang dimilki merupakan pengejawantahan "wakil Allah" di bumi,ia akan membawa pesan cinta yang universal sebagaimana keuniversalan Allah itu.Bila belum sampai ke sini,jangankan punya tindakan "mengkafirkan" pihak lain,justru ketika masih sempat mengkafirkan pihak lain itu pertanda adanya "kekafiran" dalam dirinya sendiri,posisi maqamatnya masih membawa Tuhan yang ada dalam pikirannya,dia masih dipertanyakan:yen saiki ono ngendi.Anak lanang yang hilang,hamba yang dirindukanNya:untuk kembali...Tabik!

Tidak ada komentar: