Proyek NAMRU-2 AS Jangan Sampai Terulang Kembali di Indonesia (Bagian I) | |
Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) | |
November 2007, saya menulis di situs www.nu.or.id
bertajuk Misteri Virus Namru-2 AS. Dalam artikel tersebut saya
menggugah kembali ingatan publik atas peristiwa yang terjadi pada
Januari 2006, di Gedung tingkat tiga Laboratorium Mikrobiologi Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Yang mengakibatkan 22 orang
luka-luka bakar yang cukup parah.
| |
Ledakan
yang terjadi di Gedung laboratorium Mikrobiologi yang berlokasi di
jalan Percetakan Negara 29 Jakarta Pusat milik Departemen Kesehatan itu,
waktu itu dianggap sebagai kecelakaan biasa. Apalagi Makbul Padmanegara
yang ketika itu menjabat Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri,
secara tegas mengesampingkan kemungkinan ledakan tersebut berasal dari
bom atau aksi terror. Meski Padmanegara kala itu tidak membantah bahwa
telah diketemukan nitrogen cair dan CO2.
Namun
melalui kejadian tersebut ada satu fakta menarik yang belum ada satupun
media massa yang mengangkatnya sebagai tema pemberitaan. Sebuah fakta
yang jauh lebih menarik dibandingkan peristiwa peledakan itu sendiri.
Kenyataan bahwa di Komplek gedung ini pula, berkantor The Naval Medical
Research Unit 2 atau yang lebih dikenal dengan NAMRU-2.
Berdasarkan
penelusuran bahan-bahan pustaka yang saya lakukan, terungkap bahwa Unit
2 Penelitian Medis Angkatan Laut alias NAMRU-2 merupakan bagian dari
Angkatan Laut Amerika Serikat.
Yang
lebih menarik lagi, badan yang resminya didirikan untuk mempelajari
penyakit-penyakit tropis ini, ternyata berkantor di gedung milik
Departemen Kesehatan. Jalan Percetakan Negara 29, Jakarta Pusat. Aneh
bukan?
Memang
kalau kita menelisik situs Kedutaan Besar Amerika di Jakarta, Staf
Namru-2 bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Indonesia di bidang
pengembangan Sumberdaya Manusia, pembangunan kelembagaan, penelitian
serta pengawasan penyakit-penyakit menular.
Menurut
keterangan situas Kedubes AS lebih lanjut, hal itu dilakukan dalam
rangka Misi NAMRU-2 untuk mengadakan penelitian, percobaan-percobaan dan
evaluasi atas penyakit-penyakit menular demi memajukan kesehatan,
keamanan, dan kesiapan Pasukan Angkatan Bersenjata AS agar dapat bekerja
secara efektif di masa damai dan dalam menjalankan misi-misi darurat di
Seluruh Asia Tenggara.
Namun,
itu versi cerita dari Kedutaan Besar Amerika Serikat. Informasi lain
yang ketika itu saya peroleh, dan inilah yang jadi gagasan utama tulisan
saya sehingga saya beri judul Misteri Virus NAMRU-2 AS, sejak akhir
2006 dan awal 2007, ada sekitar 25 orang yang mati terkena infeksi virus
tak dikenal yang memakan korban jiwa akibat eksperimen biologis
tertutup yang dilakukan oleh NAMRU-2.
Tentu
saja ketika itu saya belum bisa mendapatkan konfirmasi dari Departemen
Kesehatan, karena Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari belum secara
resmi mengangkap persoalan sensitif tersebut. Atau jangan-jangan,
Menteri Kesehatan Supari maupun para staf terdekatnya belum mendapatkan
masukan informasi apapun terkait kiprah NAMRU-2.
Padahal
ketika tulisan tersebut saya angkat di situs www.nu.or.id sudah
berkembang sebuah informasi lain yang cukup mencemaskan: Ternyata
NAMRU-2 tidak sekadar melakukan penelitian tentang penyakit tropis, tapi
sudah meluas dalam penelitian aplikasi militer seperti pembuatan
senjata bio-terorisme. Sejenis Weapon of Mass Destruction (WMD) khusus
persenjataan biologis. Bahkan menurut informasi, justru penelitian
aplikasi militer inilah yang jadi agenda utama NAMRU-2. Penelitian
terkait penyakit tropis hanya sekadar sebagai kedok untuk menyamarkan
kegiatan yang sesungguhnya.
Dengan
kata lain, NAMRU-2 pada perkembangannya merupakan markas kegiatan
intelijen Angkatan Laut Amerika, bukan sekadar untuk menangani
proyek-proyek kerjasama Indonesia-Amerika di bidang kesehatan.
Dengan
demikian penelitian virus Influenza, Malaria, Kolera, Tipus, Demam
Berdarah, HIV/AIDS, Turbekolosa/TBC dan sebagainya, sejatinya ditujukan
untuk melayani kepentingan strategis militer Amerika.
Ketika
itu tulisan saya tutup dengan satu pertanyaan kunci: Apa benar bahwa
penyebaran virus yang tidak dikenal dan yang telah memakar korban jiwa
25 orang tersebut, memang berasal dari kantor NAMRU-2 yang berlokasi di
Jakarta?
Pertanyaan
tersebut saya anggap masuk akal karena berdasarkan pemeriksaan tempat
tinggal orang-orang yang terkena infeksi maupun di berbagai klinik
lokal, ternyata tidak berhasil menemukan virus-virus apapun yang selama
ini ini sudah dikenal, dan memiliki ciri khas yang jelas untuk kawasan
ini.
Versi pihak kesehatan ketika itu mengatakan bahwa penyakit ini diakibatkan oleh poris kecil virus biologis yang belum dikenal. Pihak kesehatan boleh saja mengatakan hal seperti itu. Namum informasi lain mengatakan bahwa spesialis-spesialis NAMRU-2 juga telah menjadikan jasad orang-orang yang sudah mati sebagai obyek eksperimen untuk meneliti reaksi organisme manusia yang diakibatkan oleh virus tersebut. Sepertinya ketika tulisan ini saya publikasikan pada November 2007, Menteri Kesehatan Supari dan jajaran staf di lingkungan Departemen Kesehatan belum tahu-menahu soal ini mengingat fakta bahwa proyek penelitian NAMRU-2 pada hakekatnya bersifat tertutup dan rahasia. Padahal, kegiatan-kegiatan NAMRU-2 dalam penelitian aplikasi militer berkedok penelitian medis Angkatan Laut dalam bidang penyakit menular, juga dilakukan Amerika di Filipina dan Thailand. Sehingga bisa menimbulkan ancaman yang membahayakan jiwa manusia di kawasan Asia Tenggara. Awal Mula Menteri Kesehatan Supari Menaruh Perhatian Pada NAMRU-2 Menteri Kesehatan Supari baru mengangkat soal NAMRU-2 AS tersebut pada 2008. Namun dalam buku yang dia tulis sendiri berjudul SAATNYA DUNIA BEROBAH, menuturkan awal mula keanehan yang dia rasakan terkait proyek NAMRU-2 tersebut. Ketika sedang gencar-gencarnya wabah Flu Burung menerpa Indonesia, Supari menerapkan kebijakan melarang pengiriman virus influenza ke WHO, Karena Supari menaruh kecurigaan terhadap skema GISN (Global Influenza Surveilance Network) yang dijadikan dalih WHO untuk memaksa semua negara anggota WHO untuk mengirim viru influenza kepada organisasi kesehatan dunia tersebut.
Nah
di tengah-tengah perlawanan Supari terhadap hegemoni WHO ini,
mencuatlah satu isu sensitif ke permukaan, yaitu isu bantuan
negara-negara maju dengan dukungan WHO untuk menggalang dana membantu
negara-negara yang menderita flu burung.
Bagi
Supari, selain gagasan bantuan negara-negara maju kepada negara-negara
miskin yang menderita flu burung tersebut dipandang sebagai wacana yang
menyesatkan dan merendahkan martabat diri negara-negara miskin, pada
saat yang sama Supari mendapat sebuah informasi yang mengejutkan.
Pertama.
Bahwa di Indonesia bantuan-bantuan luar negeri untuk mengatasi flu
burung seolah begitu deras berdatangan pada 2006, namun manfaatnya tidak
begitu terasa bagi masyarakat. Bahkan menurut Suparti, kadang-kadang
bantuan yang diumumkan di dunia internasional ternyata tidak pernah kita
terima.
Kedua. Ini yang lebih mengagetkan, dan saya kira inilah awal mula Supari mulai menyorot NAMRU-2. Menurut
informasi yang didapat Menteri Kesehatan Supari, Menteri Kesehatan
Amerika Serikat , Michael O Leavitt, pernah menjanjikan akan membantu
Indonesia sebesar 3 juta dolar AS. Tetapi bantuan itu tidak kunjung
datang hingga terlaksananya kunjungan Menteri Luar Negeri Condoleeza
Rice ke Indonesia ketika itu.
Ketika
itu, salah seorang wartawan bertanya pada Supari: “Apakah Kementerian
Kesehatan akan mendapat bantuan dari Menlu Rice?” Supari menjawab: “Lho,
janji dari Leavitt saja belum datang sampai sekarang kok mengharapkan
dari Menlu Rice? Enggak ah.” Begitu jawab Supari.
Rupanya,
pernyataan keras Supari tersebut menggema sampai ke Amerika Serikat.
Bahkan parlemen Amerika mempertanyakan hal ini ke Dubes AS yang ada di
Indonesia. Belakangan Supari dapat informasi melalui jalur-jalur
informal bahwa dana yang dijanjikan oleh Leavitt tersebut telah
dikirimkan ke Dubes AS di Jakarta. Dan diberikan ke NAMRU-2 AS dengan
asumsi untuk penelitian H5N1 bersama Departemen Kesehatan.
Meski
di dalam buku ini Supari tidak terlalu banyak berkisah seputar
pendirian dirinya terkait NAMRU 2, namun bisa saya simpulkan bahwa sikap
kerasnya yang kelak menghentikan proyek penelitian NAMRU-2 AS di
Indonesia, nampaknya didasarkan pada informasi tersebut.
NAMRU-2 Sebagai Operasi Intelijen
Melalui
konstruksi kisah tersebut di atas, proyek NAMRU-2 AS atau
program-program yang sejenis, tidak boleh terulang kembali di Indonesia.
Dan para pejabat pemerintahan Indonesia, khususnya dari Kementerian
Kesehatan, tidak boleh mengizinkan proyek sejenis NAMRU-2 beroperasi
kembali di Indonesia.
Sebab
dari berbagai penelusuran bahan-bahan pustak yang dihimpun Tim Riset
Global Future Institute, dalam sebuah penelitian penyakit malaria,
terungkap bahwa para peneliti NAMRU-2 tidak hanya meneliti dan mengambil
specimen darah warga yang terkena penyakit malaria. Para peneliti
NAMRU-2 juga keluar –masuk hutan untuk memetakan situasi, topografi, dan
meneliti penyebaran penyakit melalui cara-cara yang tidak lazim.
Bahkan
para peneliti NAMRU-2 terungkap telah melakukan pengumpulan data dan
informasi pos militer, jarak lokasi penyebaran penyakit dan kantor
pemerintahan mulai dari tingkat desa hingga provinsi.
Hal
ini mengindikasikan bahwa NAMRU-2 hakekatnya telah dijadikan sebagai
markas operasi intelijen berkedok sebagai lembaga penelitian penyebaran
penyakit menular.
Keanehan
dan misteri yang menyelimuti proyek NAMRU-2 tersebut rupanya juga
dirasakan oleh Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Selain tidak pernah
melaporkan hasil penelitian mereka sejak tahun 2000, NAMRU-2 juga tak
ikut membantu pemerintah ketika sibuk menghadapi bencana nasional demam
berdarah dan flu burung.
Namun
di atas itu semua, laboratorium penelitian Namru-2 yang berlokasi di
Jalan Percetakan Negara, telah menjadi markas terselubung intelijen
angkatan laut Amerika dalam pengembangan senjata biologis pemusnah
massal.
Selain
itu, keberadaan proyek Namru-2 AS dan keterlibatan intelijen angkatan
laut Amerika Serikat telah memicu kecurigaan berbagai kalangan
pemerintah bahwa Amerika telah melanggar kedaulatan wilayah RI karena
telah menggunakan fasilitas yang diberikan Departemen Kesehatan untuk
tujuan-tujuan terselubung yang tak ada kaitannya dengan pembangunan dan
pengembangan bidang kesehatan di Indonesia.
Bersambung ke Bagian II (Mengenang Perlawanan Siti Fadilah Supari Galang Dukungan Internasional Terhadap WHO)
|
Daftar Blog Saya
Jumat, 10 Januari 2014
Historis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar