Daftar Blog Saya

Sabtu, 28 Desember 2013

Oleh:Doni Febriando

Kanjeng Nabi Muhammad SAW pernah mewanti-wanti pada kita semua untuk tidak pernah mengkafirkan orang lain, karena barangsiapa yang punya hobi mengkafir-kafirkan orang lain, justru dia sendiri yang jadi kafir.

Mungkin kita semua jadi heran dengan wejangan kanjeng nabi, karena hadits tersebut seakan "gak nyambung". Orang lain yang kita kafir-kafirkan, tapi kok yang dihukumi kafir oleh nabi malah jadi berbalik ke diri kita. Menjadi tidak heran lagi, kalau kita mau meneliti semua bahasan kanjeng nabi tentang kekafiran.

Bisa jadi karena istilah "kafir" berasal dari bahasa Arab, banyak orang Indonesia yang akhirnya jadi salah sangka. Kafir sebenarnya bukanlah berarti "non-muslim". Secara harfiah, istilah kafir artinya adalah menutup. Menutup dari apa? Menutup dari beberapa hal. Apa saja hal itu? Hal-hal itulah yang membuat kanjeng nabi cemasnya bukan main.

Pertama, menutup hatinya dari nikmatNya. Orang tersebut bisa dikatakan kafir, kalau dia melakukan korupsi, padahal gajinya sudah puluhan juta rupiah per bulan. Belum lagi sudah dianugerahi istri dan anak-anak yang sehat serta rumah yang layak. Tidak ada alasan untuk maling uang negara. Orang yang tidak mau mensyukuri aneka anugerahNya dan selalu merasa kurang, ia bisa disebut kafir dari nikmatNya.

Kedua, menutup hatinya dari nasehat orang lain. Kafir tidak cuma berarti menutup hati dari kebenaran agama Islam. Merasa dirinya paling jago, paling benar, dan paling islami saja sudah bisa disebut kafir secara hakekat. Jangankan merasa serba paling, orang yang berkarakter pilih-pilih kalau dinasehati saja sudah kafir di hadapan Allah SWT.

Sedikit tambahan, kafir jenis ini paling berpotensi menyerang para ahli ibadah. Secara pribadi, penulis menyarankan untuk para pembaca yang ahli ibadah, apalagi yang banyak hapal ayat Al Qur'an, untuk belajar tasawuf. Semakin hebat ibadahnya, justru semakin gampang kena virus kafir jenis ini, kecuali kalau diimbangi belajar ilmu tasawuf.

Itulah sebab aliran-aliran Islam radikal berusaha sekuat tenaga menjauhkan umat muslim dari ilmu tasawuf. Ciri khas aliran Islam radikal adalah mendidik orang Islam jadi lupa ke-manusia-annya serta ingin jadi "tuhan-tuhan kecil". Ilmu tasawuf adalah ilmu untuk menyucikan hati. Ilmu tasawuf jelas merupakan lawan dari paham Islam radikal yang mengajarkan sikap "menyucikan diri sendiri dan menghinakan orang lain".

Ilmu tasawuf mengajarkan diri kita untuk hanya mengakui Allah SWT dan meniadakan ke-aku-an diri. Contoh ajaran tasawuf; kalau kita bisa rajin beribadah, itu pasti semata-mata karena hidayah Allah SWT, bukan karena kita hebat. Ilmu tasawuf ibaratnya adalah antivirus kafir jenis kedua. Ilmu tasawuf membuat diri kita belajar rendah hati dan mau menerima nasehat dari siapa saja.

Ketiga, menutup hatinya dari kebenaran agama Islam. Kafir jenis ketiga ini yang populer di Indonesia dan mungkin satu-satunya diketahui masyarakat luas. Sebab kafir jenis pertama dan kafir jenis kedua amat sangat jarang dibahas. Semoga saja bukan disengaja demi kepentingan politik dan ekonomi.

Masalahnya, penyempitan dan pendangkalan makna istilah kafir inilah yang membikin kualitas umat muslim di Indonesia merosot jauh; tidak paham sekaligus tidak peduli fungsi-fungsi wajibnya tapi merasa sangat bangga. Jadi, banyak orang sudah merasa unggul dan hebat hanya karena beragama Islam secara "administrasi".

Tidak merasa malu, meski jarang berkontribusi positif bagi masyarakat, bahkan sekadar lingkungan satu RT. Kalau ada orang non-muslim bakti sosial, pasti reaktif dan berusaha mencegah. Giliran dimintai bantuan serupa, muslim tersebut lari menghilang.

Perlu dicatat, kebenaran agama Islam bukan hanya syahadat,
Doni Febriando
Doni Febriando
sholat, puasa, zakat, dan haji. Bukan hanya itu, karena jumlah ayat Qur'an tentang lima rukun Islam itu sekitar 3,5% saja. Sisanya apa? Ribuan ayat Qur'an lainnya adalah anjuran untuk melakukan ibadah bersifat harizontal. Silakan Anda cek ke semua penghapal Qur'an di dunia.

Kebenaran agama Islam juga meliputi menjunjung sikap sederhana, ramah pada umat non-muslim, rajin mandi, mencintai silaturahmi, berbakti pada orangtua, selalu rendah hati, membuang sampah pada tempatnya, dan ribuan macam kebaikan sosial lainnya. Agama Islam turun dari langit untuk meningkatkan kualitas hidup umat manusia di muka bumi, bukan sebaliknya.

Dengan memahami tiga jenis kekafiran tersebut, kita mudah saja mengikuti nasehat kanjeng nabi. Kita tidak akan pernah jadi kaum takfiry (golongan yang suka mengkafirkan orang lain), karena menghilangkan kekafiran diri kita sendiri saja masih sangat susah. Bahkan, untuk merasa lebih baik dari umat non-muslim pun, kita bakal tidak berani.

Jika ingin mencari orang kafir, mulailah dari diri kita sendiri. Jika ingin membasmi kekafiran di muka Bumi, mulailah dari diri kita sendiri. Siapa tahu diri kita sendiri yang lebih bermasalah.

Tidak ada komentar: